Rabu, 25 Desember 2013

Pupuk Bakteri

Pemanfaatan agens hayati telah banyak digunakan dalam pengendalian hayati yang efektif dan efisien untuk mengatasi beberapa jenis penyakit pada tanaman dan merangsang pertumbuhan pada tanaman. Agen pengendalian hayati ini dapat dikatakan sebagai pupuk biologis yang terdapat di alam, salah satu mikroorganisme yang berperan sebagai pupuk biologis adalah bakteri Pseudomonas flourescens yang dimanfaatkan sebagai agens hayati untuk beberapa jamur dan bakteri pathogen pada tanaman.
P. fluorescens merupakan bakteri gram negatif yang sebagian besar bersifat non-patogenik dan saprofitik pada tanah dan daerah rizosfer tanaman. P. flourescens termasuk kedalam bakteri yang dapat ditemukan dimana saja (ubiquitous), seringkali ditemukan pada bagian tanaman (permukaan daun dan akar) dan sisa tanaman yang membusuk, tanah dan air sebagai sumber nutrisi untuk pertumbuhannya. Bakteri ini memproduksi pigmen biru kehijauan pada saat kandungan Fe (besi) yang rendah serta dapat tumbuh baik pada media yang mengandung garam-garam mineral dengan tambahan sumber karbon yang beragam (Ratdiana 2007).
P. fluorescens dimanfaatkan sebagai pupuk dikarenakan bakteri ini merupakan agens antagonis yang potensial dengan menghasilkan antibiotik dan siderofor. Siderofor berfungsi dalam menghambat pertumbuhan pathogen dimana P. fluorescens  mengikat ion Fe3+ dari lingkungan sehingga patogen tidak dapat memanfaatkan senyawa tersebut dan mengakibatkan pertumbuhan cendawan terhambat (Leong 1988 dalam Hamdan et al. 1991) oleh karena pertumbuhan cendawan terhambat maka tanaman akan tumbuh tanpa adanya pathogen. Antibotik tersebut berperan pula dalam menekan perkembangan pathogen yang ada di lingkungan pertanaman sehingga P. fluorescens dapat berkembang secara optimal untuk dijadikan pupuk.
Kemampuan P. flourescens untuk menekan populasi patogen diasosiasikan dengan kemampuannya untuk melindungi akar dari infeksi patogen tanah dengan cara mengkolonisasi permukaan akar, menghasilkan senyawa kimia seperti antijamur dan antibiotik serta kompetisi dalam penyerapan kation Fe (Supriadi, 2006). Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa P. flourescens dapat mengendalikan: penyakit layu fusarium pada tanaman pisang (Djatnika I,2003); penyakit virus kuning pada tanaman cabai (Yulmira Y, 2009); penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum) pada tanaman kacang tanah (Suryadi, Y, 2009).
Selain sebagai penghambat tumbuhnya cawan pada pathogen P. flourescens yang hidup didaerah perakaran tanaman dapat berperan sebagai jasad renik pelarut fosfat, mengikat nitrogen dan menghasilkan zat pengatur tumbuh bagi tanaman sehingga dengan kemampuan tersebut P. flourescens dapat dimanfaatkan sebagai pupuk biologis yang dapat menyediakan hara untuk pertumbuhan tanaman, dimana P. flourescens merupakan penghasil fitohormon dalam jumlah yang besar khususnya IAA untuk merangsang pertumbuhan. IAA merupakan hormon pertumbuhan kelompok auksin yang sangat besar peranannya dalam pertumbuhan tanaman (Heddy 1986 dalam Marwoso 2005). Dilaporkan oleh Tjondronegoro et al. (1989), bahwa pengaruh auksin antara lain: memanjangkan dan membesarkan sel batang, menghambat proses absisi yaitu pengguguran daun, merangsang pembentukan buah, penghambat pucuk lateral yaitu menghambat pertumbuhan tunas ketiak dan dapat merangsang pertumbuhan kambium serta membentuk pertumbuhan floem dan xilem sekunder.
Beberapa contoh produk yang telah menggunakan P. fluorescens sebagai agens hayati antara lain: BlightBan A506, Conquer dan Victus. Produk tersebut tersedia dalam bentuk serbuk dan cairan yang dapat langsung diaplikasikan ke tanaman (Cook 2002).

Daftar Pustaka
Muriel E. Rhodes. The Characterization of Pseudomonas fluorescens. http://mic.sgmjournals.org/content/21/1/221.full.pdf. 2005. Diakses pada tanggal 19 Desember 2013 pukul 09.25 WIB.
Anonim. Tinjauan Pustaka. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789 /4653/A11akr_BAB%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf?sequence=6. 2011. Diakses pada tanggal 19 Desember 2013 pukul 09.03 WIB.
Ardiana Kartika B. Teknik Eksplorasi dan Pengembangan Bakteri Pseudomonas flourescens. http://www.laboratoriumphpbanyumas.com/isiwebsite/AGNSIA%20HAYATI/eksplorasi%20Pseudomonas%20flouresens.pdf . 2012. Diakses pada tanggal 19 Desember 2013 pukul  09.09 WIB.

Selasa, 24 Desember 2013

UAS Media Pembelajaran Biologi (PPT Interaktif Transpor Aktif, Endositosis, dan Eksositosis)

PPT interaktif sebagai tugas UAS , silahkan dilihat dan semoga bermanfaat :)

https://www.dropbox.com/s/ep559t70x0jvdwb/Biologi3A_Egi%20Ramadah_29_UAS.rar

Uraian Materi Sistem Transpor Aktif, Endositosis, dan Eksositosis



A.    Transport Aktif
Transpor aktif adalah pengangkutan zat terlarut melintasi membran melawan gradient konsentrasinya dengan menggunakan energi. Semua protein transport yang menggerakkan zat terlarut melawan gradien konsentrasi merupakan protein pembawa, bukan protein saluran. Hal ini masuk akal sebab ketika terbuka, protein saluran  hanya membiarkan zat terlarut mengalir menuruni gradient konsentrasinya, bukan mengambil dan mentranspornya melawan gradiennya.
Transport aktif memungkinkan sel mempertahankan konsentrasi internal zat terlarut kecil yang berbeda dari konsentrasi dilingkungan. Misalnya, dibandingkan dengan lingkungannya, sel hewan memiliki konsentrasi ion kalium yang lebih tinggi dan konsentrasi ion natrium yang jauh lebih rendah. Membran plasma membantu mempertahankan gradient curam ini dengan memompa natrium keluar sel dan kalium kedalam sel.
Seperti pada tipe kerja selular yang lain, ATP menyediakan energy bagi sebagian besar transport aktif. Salah satu cara ATP dapan meyuplai tenaga bagi transport aktif adalah dengan mentransfer gugus fosfat terminalnyasecara langsung ke protein transport. Ini dapat menginduksi protein agar berubah bentuk sedemikian rupa sehingga mentranslokasi zat terlarut yang terikat keprotein sehingga melintasi membran. Contoh dari Transpor aktif adalah mekanisme transport ion kalium dan natrium seperti gambar dibawah ini.


 


Gambar 1. Pompa natrium-kalium: contoh spesifik transport aktif.  Sistem transport ini memompa ion melawan gradient konsentrasi yang curam: konsentrasi ion natrium (disimbolkan sebagai [Na+])tinggi diluar sel dan rendah didalam, sementara konsentrasi ion kalium ([K+]) rendah diluar sel dan tinggi didalam. Pompa ini mengalami perubahan dua bentuk silih-berganti dalam siklus pemompaan yang mentranslokasi tiga ion Natrium keluar sel untuk setiap dua ion kalium yang dipompakan ke dalam sel. Kedua bentuk pompa memiliki afinitas yang berbeda untuk kedua jenis ion. ATP menyuplai tenaga bagi perubahan bentuk ini dengan cara memfosforilasi protein transport tersebut (artinya dengan mentransfer satu gugus fosfat keprotein).
B.     Endositosis
Pada endositosis (endocytosis), sel mengambil molekul biologis dan partikel dengan cara membentuk vesikel baru dari membrane plasma. Walaupun protein yang terlibat dalam kedua proses transport massal berbeda, peristiwa endositosis terlihat seperti kebalikan eksositosis. Daerah kecil pada membrane plasma melekuk kedalam membentuk kantong. Ketika bertambah dalam, kantong pun terlepas dari membrane plasma, membentuk vesikel yang mengandung materi yang sebelumnya berada di luar sel. Ada tiga tipe endositosis diantaranya:
1.      Fagositosis (phagocytosis)
Dalam fagositosis (phagocytosis), sel menelan partikel dengan cara menyelubungi partikel dengan pseupodia (tunggal, pseupodium) dan mengemasnya dalam kantong berselaput- membrane yang cukup besar untuk digolongkan sebagai vakuola. Partikel dicerna setelah vakuola berfusi dengan lisosom yang mengandung enzim-enzim hidrolotik.

2.      Pinositosis (pinocytosis)
Pinositosis (pinocytosis), sel ‘meneguk’ droplet-droplet pada cairan ekstraseluler kedalam vesikel kecil. Bukan cairan itu sendiri yang dibutuhkan oleh sel, melainkan molekul-molekul yang terlarut dalam droplet tersebut. Karena semua zat yang terlarut ditelan oleh sel, zat-zat yang ditranspor oleh pinositosis tidak bersifat spesifik.

3.      Endositosis diperantarai-reseptor (receptor-mediated endocytosis)
Endositosis diperantarai-reseptor (receptor-mediated endocytosis) memungkinkan sel memperoleh zat spesifik dalam jumlah besar, meskipun zat tersebut mungkin tidak terdapat terlalu banyak dalam cairan ekstraseluler. Protein reseptor biasanya telah mengumpul diwilayah-wilayah membrane yang disebut ceruk berselaput, dengan bagian yang menghadap sitoplasma (sisi sitoplasmiknya) dilapisi oleh lapisan rapat protein selaput. Zat-zat spesifik (ligan) berikatan dengan reseptor-reseptor ini. Ketika pengikatan terjadi, ceruk berselaput membentuk vesikel yang mengandung molekul ligan. Setelah materi yang ditelan ini dibebaskan dari vesikel, reseptor dikembalikan ke membrane plasma oleh vesikel yang sama.

Gambar 2. Mekanisme endositosis

C.    Eksositosis
Eksositosis adalah mekanisme transpor molekul besar seperti protein dan polisakarida, melintasi membran plasma dari dalam ke luar sel (sekresi) dengan cara menggabungkan vesikula berisi molekul tersebut dengan membran plasma.  Vesikula transpor yang lepas dari aparatus Golgi dipindahkan oleh sitoskeleton ke membran plasma. Ketika membran vesikula dan membran plasma bertemu, molekul lipid membran menyusun ulang dirinya sendiri sehingga kedua membran bergabung. Kandungan vesikulanya kemudian tumpah ke luar sel. Banyak sel sekretoris menggunakan eksositosis untuk mengirim keluar produk-produknya.  Misalnya sel tertentu dalam pankreas menghasilkan hormon insulin dan mensekresikannya ke daam darah melalui eksositosis.  Contoh lain adalah neuron atau sel saraf yang menggunakan eksositosis untuk melepaskan sinyal kimiawi yang merangsang neuron lain atau sel otot. Ketika sel tumbuhan sedang membuat dinding, eksositosis mengeluarkan karbohidrat dari vesikula Golgi ke bagian luar selnya.

Gambar 3. Mekanisme Eksositosis

Rabu, 27 November 2013

Peta Konsep

Peta Konsep. Transpor Aktif, Endositosis, Eksositosis)



Sumber : Champbell. Biologi Jilid I. Erlangga: Jakarta. 2010